Selasa, 30 Juni 2009

Kisah 1.000 Eksekutor

Oleh Baso Amir

Seribu orang dibariskan di lapangan rumput oleh seorang panglima perang yang zalim. Sebagian besar orang tersebut tidak bersalah. Di hadapan mereka berjajar pula 1.000 eksekutor, masing-masing dengan senapan sudah terkokang di tangan. Seribu penembak itu bersiap mengeksekusi orang-orang di hadapannya. Akan tetapi, hanya tiga (3) dari 1.000 senapan eksekutor itu yang berisi peluru tajam, selebihnya cuma berisi peluru hampa. Berapa orang yang mesti menggunakan rompi tahan peluru agar tiga dari 1.000 orang tak bersalah itu tidak mati tertembak?

Jika menjawab seluruhnya, maka Anda benar! Ya seluruh, 1.000 orang itu harus menggunakan rompi tahan peluru. Mengapa? Baik penembak maupun target penembakan, tidak tahu senapan mana yang berisi peluru tajam. Para penembak menerima senapan yang sudah terkokang dan diisi peluru oleh pihak lain. Jadi, untuk menghindari risiko tertembak, semua target harus membeli dan menggunakan rompi tahan peluru.

Begitu sebenarnya prinsip dan sistem kerja asuransi jiwa. Polis asuransi jiwa bagaikan rompi tahan peluru yang harus selalu dikenakan. Sebab dalam menjalani hidup, kita selalu berhadapan dengan regu penembak. Masalahnya, kita tidak tahu kapan mereka menembak dan tidak dapat memastikan apakah kita sedang berhadapan dengan penembak dengan peluru tajam atau peluru hampa.

Akan tetapi betapa sering ketidakmampuan membedakan penembak berpeluru tajam dan peluru hampa dijadikan alasan untuk menolak (tepatnya mengusir) seorang agen asuransi jiwa yang menelepon atau mengetuk pintu kita. ”Untuk apa saya membeli polis asuransi jiwa, saya sehat-sehat saja kok,” itu salah satu alasan yang sering kita dengar.

”Selama ini saya tidak pernah sakit, tekanan darah dan kolesterol saya di bawah normal, ayah dan ibu saya bukan penderita diabetes” begitu alasan lainnya. Kita selalu melihat dengan curiga agen asuransi dan beranggapan mereka hendak “mencuri” uang yang dengan susah payah dikumpulkan jika membeli polis darinya. ”Iya, kalau saya meninggal atau sakit. Bagaimana jika hingga akhir masa asuransi saya tetap hidup dan sehat. Uang saya hilang dong!”

Alasan-alasan di atas wajar dan sepintas benar. “Toh yang sakit bukan saya kan?” Akan tetapi begitu kita sadar bahwa senapan eksekutor di hadapan kita berisi peluru tajam, kita tergopoh-gopoh hendak membeli rompi anti peluru dan mengenakannya. Sayangnya, ketika kesadaran itu menyergap, kita sudah terlambat. “Coba ya saya ikuti saranmu dulu?” begitu seorang ibu rumahtangga lewat telepon kepada seorang agen asuransi yang berbulan-bulan berusaha meyakinkannya untuk membeli polis asuransi jiwa buat suaminya. Sayangnya, telepon bernada sesal dilakukan ketika sang suami sudah terbaring di ruang gawat darurat rumah sakit dengan diagnosis tumor otak.

Anda bisa mengatakan, ”Ah cerita di atas terlalu didramatisir!” Anda benar, tetapi bukan karena didramatisir, cerita seperti itu memang dramatis adanya. Apa yang tidak dramatis dari seseorang lelaki pengusaha yang segar-bugar di pagi hari ketika pamit berangkat kerja lalu sore hari terbaring tak berdaya di ruang ICU rumah sakit karena stroke? Pengusaha itu punya kekayaan (aset) yang telah bertahun-tahun dikumpulkannya untuk membiayai penyakitnya. Penyakit itu paling tidak akan mengurangi jumlah asetnya. Lalu, bagaimana jika belum sempat mengumpulkan aset yang cukup untuk membiayai penyembuhan penyakit tersebut? Bagaimana kalau tabungan sebesar 50% dari gaji kita baru berjalan tiga bulan tetapi dokter sudah mengatakan Anda harus membayar Rp250 juta untuk penyakit kita?

Hal-hal seperti itulah yang mesti diantisipasi. Walau kita mampu membayar biaya rumah sakit, toh lebih bagus jika ada pihak lain yang membayar biaya tersebut sehingga tidak perlu mengurangi nilai aset kita. Selain itu, penyakit tidak pernah memilah-milah usia. Ia bisa datang kapan saja. Kecelakaan juga bisa terjadi bahkan ketika kita sedang nonton TV di rumah. Jadi, tidak ada salahnya jika memiliki rompi anti peluru sebelum seorang eksekutor berdiri di hadapan kita. Biayanya akan jauh lebih murah. Apalagi sekarang ini, perusahaan asuransi jiwa semakin kreatif dan inovatif. Jika dulu kita masih dapat berkilah, “Jika tidak sakit hingga akhir masa asuransi uang saya hilang dong?” maka sekarang tidak lagi. Perusahaan asuransi telah menyiapkan produk yang menggabungkan proteksi, tabungan dan investasi sekaligus dalam satu polis.

AJB Bumiputera 1912, sebagai perusahaan asuransi tertua dan terbesar di Indonesia misalnya, telah menyediakan produk asuransi jiwa Mitra Melati dan Mitra Sehat. Dengan Mitra Melati, sebagai pemegang polis, kita akan mendapatkan proteksi karena meninggal dunia, tabungan serta investasi yang kembaliannya (return) bisa mencapai 4,5% per tahun. Adapun Mitra Sehat, Anda mendapatkan jaminan santunan meninggal dunia, jaminan perawatan di rumah sakit, sekaligus perolehan hasil investasi yang kompetitif.

Jadi, tunggu apalagi. Dengan produk seperti Mitra Melati dan Mitra Sehat AJB Bumiputera 1912, jika Tuhan YME mengaruniai usia panjang dan tetap segar bugar hingga masa akhir polis, Anda tetap memiliki uang yang telah digunakan membayar premi.

Belilah “rompi tahan peluru” Anda sekarang dan kenakanlah. Sebab, Anda tidak pernah tahu dengan pasti apa yang bakal dihadapi di hari-hari mendatang. Anda tidak akan pernah apakah bedil eksekutor di hadapan Anda berisi peluru hampa atau peluru tajam!

* Kolom ini disertakan dalam sayembara penulisan esai AJB Bumiputera 1912.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar