Selasa, 05 Januari 2016

Arti Penurunan Harga Saham di Hari Pertama Perdagangan 2016



Jika penutupan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2015 dilakukan oleh Wakil Presiden M. Jusuf Kalla, maka perdagangan saham hari pertama 2016 dibuka oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Ini tampaknya sudah menjadi tradisi pasar saham kita.

Mengapa perdagangan saham di hari pertama setiap tahun harus dibuka oleh Presiden? Entah apa alasan di balik tradisi tersebut. Hal yang pasti, pada hari pertama perdagangan saham di BEI tahun ini, Senin (4/1), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) BEI ditutup turun 67,089 poin (1,46%) menjadi 4.525,919 poin, dari 4.593,008 poin pada akhir perdagangan 2015, Rabu (30/12).

Adakah penurunan harga saham pada hari pertama transaksi 2016 merupakan pertanda buruk untuk sepanjang tahun ini? Tentu saja tidak ada siapa pun yang tahu pasti hal tersebut. Kemerosotan IHSG juga tak boleh ditimpakan kepada Orang Nomor #1 di Republik Indonesia yang telah membuka perdagangan hari pertama tersebut. Sama tak bolehnya klaim yang menyebut “Faktor Jokowi” jika kebetulan harga saham meningkat. Apalagi, penurunan harga saham pada hari pertama perdagagan 2016 tidak hanya dialami oleh BEI, tetapi juga menimpa sejumlah bursa saham di negara lain, termasuk di Amerika Serikat. 

 















Akan tetapi menarik melihat kondisi hari pertama transaksi di BEI pada periode 2007-2016. Pada periode tersebut, menurut data StockWatch, hanya tiga kali terjadi penurunan IHSG pada hari pertama perdagangan, yaitu 2 Januari 2008, 2 Januari 2012 dan 4 Januari 2016. Penurunan IHSG hari pertama 2016 merupakan yang terbesar. Pada 2008 dan 2012, IHSG hari pertama hanya turun masing-masing 14,318 poin (0,52%) dan 12,852 poin (0,34%).

Pada 2008, harga saham emiten BEI cenderung merosot sepanjang tahun. Pada hari terakhir perdagangan, 30 Desember 2008, IHSG ditutup di posisi 1.355,408 poin, merosot tajam 1.390,420 poin (50,64%) dibandingkan 2.745,826 poin per 28 Desember 2007. Adapun pada 2012, kendati ditutup turun di hari pertama perdagangan, IHSG justru ditutup naik 494,695 poin (12,94%) sepanjang 2012.

Pada 2013, kendati naik 29,788 poin (0,69%) pada hari pertama perdagangan, IHSG akhirnya ditutup di posisi 4.274,177 poin pada 30 Desember 2013, turun 42,510 poin (0,98%). Hal serupa terjadi pada 2015. IHSH naik 15,822 poin (0,30%) pada hari pertama perdagangan, tetapi turun 633,939 poin (12,13%) sepanjang 2015. Padahal, di  tahun ini pula IHSH mencatat rekor tertinggi dalam sejarah pasar modal kita, yaitu 5.523,290 poin pada 7 April 2015.
 
Lalu, apa arti penurunan IHSG 1,46% -- terbesar pada sejak 2007 – pada hari pertama perdagangan saham di BEI untuk tahun 2016? Semoga bukan berarti akan mengulang kejadian pada tahun 2008: IHSG anjlok 50,64%. (Baso Amir)

Senin, 30 Desember 2013

Kapitalisasi Pasar: Astra International Kembali di Puncak Klasemen



Harga saham PT Astra International Tbk (ASII) pada Senin, 30 Desember 2013, hari terakhir perdagangan saham tahun ini, ditutup naik 3,03% menjadi Rp6.800 dari Rp6.600 per Jumat (27/12). Kenaikan ASII yang secara nominal hanya Rp200 per saham itu sudah cukup untuk menggusur PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dari posisi puncak peringkat emiten Bursa Efek Indonesia  (BEI) berdasarkan nilai kapitalisasi pasar.

Pada harga Rp6.800 per saham, nilai kapitalisasi pasar ASII mencapai Rp275,288 triliun. Adapun HMSP dengan harga saham Rp62.400, turun 0,16% dari hari sebelumnya sebesar Rp62.500, hanya meraih nilai kapitalisasi sapar Rp273,499 triliun.

Hingga 13 Februari 2013, ASII tercatat sebagai emiten dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di BEI senilai Rp315,772 triliun. Akan tetapi, keesokan harinya, 14 Februari 2013, akibat penurunan harga saham ASII menjadi Rp7.750 dari hari sebelumnya Rp7.800, nilai kapitalisasi pasar ASII merosot menjadi Rp313,747 triliun. Adapun nilai kapitalisasi pasar HMSP naik menjadi Rp317,767 triliun, seiring peningkatan harga sahamnya menjadi Rp72.500 dari sebelumnya Rp72.000.

HMSP menempati peringkat teratas emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar di BEI sejak 14 Februari 2013 hingga 27 Desember 2013. Pada periode 28 Desember 2012-30 Desember 2013 nilai kapitalisasi pasar HMSP meningkat  4,17%, dari Rp262,542 triliun menjadi Rp273,499 triliun. Adapun ASII, walau kembali ke peringkat pertama, nilai kapitalisasinya merosot  10,54%, dari Rp307,675 triliun menjadi Rp275,288 triliun.

Pada akhir 2012 tercatat sembilan emiten dengan kapitalisasi pasar di atas Rp100 triliun, yaitu ASII, HMSP, Bank Central Asia Tbk (BBCA), Telkom Indonesia Tbk (TLKM), Unilever Indonesia Tbk (UNVR), Bank Mandiri Tbk (BMRI), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Perusahaan Gas Negara  (PGAS) dan Gudang Garam Tbk (GGRM).

Akan tetapi pada akhir 2013 tercatat hanya delapan emiten dengan kapitalisasi pasar senilai di atas. GGRM tersingkir dari daftar karena kapitalisasi pasarnya anjlok 27,514 triliun (25,4%) menjadi Rp80,812 triliun dari sebelumnya Rp108,326 triliun. (ba)

Selasa, 08 Januari 2013

Grup Lippo Kembali ke Arena Perbankan?



Sejumlah konglomerat kehilangan bank ketika Indonesia dilanda krisis keuangan pada 1997-1998. BCA lepas dari Liem Sioe Liong (Grup Salim), Eka Tipta Wijaya (Grup Sinar Mas) terpaksa melepas Bank Internasional Indonesia Tbk (BNII) dan Mochtar Riyadi (Grup Lippo) kehilangan Bank Lipppo.

Bank-bank di atas hingga kini masih beroperasi, tetapi pemiliknya sudah berganti. BCA dikuasai oleh Grup Jarum melalui Farindo Investment. BII kini dimiliki oleh Sorak Financial Holding Pte Ltd (54,33%) dan Mayban Outshore Corporate Services (42,96%). Adapun Bank Lippo dimerjer dengan Bank Niaga dan menjadi Bank CIMB Niaga yang 77,24% sahamnya dimiliki oleh CIMB Group Sdn Bhd dan Santubong Ventures Sdn Bhd., Malaysia.

Akan tetapi krisis keuangan yang menyebabkan sejumlah konglomerat kehilangan bank,  tampaknya tak membuat jera. Grup Sinar Mas yang didirikan oleh Eka Tjipta Wijaya telah kembali ke arena perbankan. Pada 2005, melalui PT Sinarmas Multiartha Tbk, Sinar Mas mengambil-alih PT Bank Shinta Indonesia, lalu mengubah namanya menjadi Bank Sinarmas pada 2006.  Pada 2010 Bank Sinarmas melakukan penawaran umum perdana saham (PUPS) dengan harga Rp150 per saham.

Kehadiran kembali keluarga Eka Tjipta Wijaya di sektor perbankan di Indonesia menjadi paripurna dengan pencatatan dan perdagangan perdana saham Bank Sinarmas (BSIM) di Bursa Efek Indonesia pada 13 Desember 2010. Hari ini, Selasa (8/1),  harga BSIM  tercatat Rp225 per saham. Ini berarti nilai kapitalisasi pasar bank beraset Rp16,31 triliun per 30 September 2012 itu sebesar Rp2,31 triliun.

Grup Lippo tampaknya akan melakukan langkah serupa. Seperti disebut e-Bursa.com,  PT Bank Nationalnobu (Bank Nobu) akan melakukan PUPS sekitar 40% sahamnya tahun ini. Manajemen bank ini telah mengadakan paparan singkat di hadapan manajemen BEI untuk memperoleh kontrak pendahuluan.

Apa kaitan Grup Lippo dengan Bank Nobu? Sebesar 71,43% saham Bank Nobu dimiliki oleh PT Kharisma Buana Nusantara. Sisanya, 28,57%, dimiliki oleh Nio Yantony. Kharisma Buana Nusantara ternyata 99,99% sahamnya dikuasai oleh Mochtar Riady, pendiri Grup Lippo, bankir yang dulu membesarkan Bank BCA dan membangun Bank Lippo menjadi salah satu bank papan atas Indonesia.  Kharisma mengambil alih bank ini dari PT Gunawan Sejahtera pada Oktober 2010 dengan nilai akusisi Rp60,484 miliar.

Bank Nobu memang masih relatif kecil. Total asetnya per September 2012 masih Rp803,55 miliar, naik 140,7%  dari Rp333,832 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Adapun liabilitasnya naik dari Rp203,877 miliar menjadi Rp550,939 milar pada periode yang sama.

Per 30 September 2012, pendapatan bunga bersih Bank Nobu tercatat sebesar 14,849 miliar, meningkat 87,1% dari Rp7,936 miliar per September 2011. Adapun labanya,  tercatat Rp2,178 miliar, tumbuh 10,61% dibanding Rp1,969 miliar per 30 Semptember 2011. Dapatkah Bank Nobu menjadi salah satu (lagi) pembuktian kepiawaian Grup Lippo (dan keluarga Mochtar Riyadi) di arena perbankan Indonesia? Kita tunggu setelah Bank Nobu masuk bursa dan sahamnya mulai diperdagangkan di BEI. (ba)