“Itu baru wacana,” kata Fahmi Idris. Menteri Perindustrian RI itu melontarkan kalimat tersebut sebagai tanggapan atas demo karyawan PT Krakatau Steel yang memprotes “kabar” bahwa saham pabrik baja BMUN (Badan Usaha Milik Negara) itu akan dijual kepada Arcelor Mittal, perusahaan baja terbesar di dunia milik Lakhsmi Mittal, pengusaha keturunan India.
Para politisi dan pejabat sering menggunakan “itu baru wacana.” Frasa ini biasanya dipakai untuk menanggapi protes atau bantahan masyarakat atas suatu (rencana) kebijakan publik. Jika rencana atau kebijakan itu diprotes, apalagi dengan demonstrasi, para politisi dan pejabat seperti Fahmi Idris buru-buru menukas, “Itu baru sebatas wacana, kok!”
Wacana, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) susunan W.J.S. Poerwadarminta, berasal dari Bahasa Sangsekerta. Artinya, (1) ucapan; percakapan dan (2) kuliah.
Dalam konteks ungkapan Fahmi Idris di atas, maka rencana penjualan saham Krakatau Steel baru sebatas ucapan atau percakapan di kalangan pejabat. Masalahnya, jika sesuatu baru sebagai “wacana” atau “percakapan” di kalangan pejabat, apakah itu berarti belum serius? Karena belum serius, masyarakat belum perlu menanggapinya? Artinya, apakah itu sama kalau saya – sebagai anggota masyarakat biasa -- bercakap-cakap di pos ronda ketika malam makin larut, lalu mengantuk, tertidur dan keesokan harinya ketika terbangun lupa pada apa yang telah dipercakapkan atau diwacanakan malam sebelumnya? Jika ya, berarti banyak waktu pejabat negara yang dibuang percuma.
Akan tetapi, jika berita tentang Krakatau Steel dibaca secara lengkap, maka “penjualan” itu sebenarnya bukan lagi wacana. Pernyataan Fahmi dikutip oleh sebuah media cetak seperti ini, “Sebelumnya, tim privatisasi yang terdiri dari menteri-menteri terkait memang telah merekomendasikan agar segera dilakukan kemitraan strategis terhadap 15 hingga 20 BUMN, termasuk Krakatau Steel, dengan komposisi kepemilikan saham pihak luar maksimal sebesar 40 persen.”
Dari pernyataan di atas tergambar, nasib dan masa depan Krakatau Steel sudah “diputuskan” di tingkat tim privatisasi, yaitu direkomendasikan untuk didivestasi sebanyak-banyak 40 persen sahamnya. Lalu, mengapa masih disebut “itu baru wacana?” Atau “wacana” telah diberi makna baru, yaitu masyarakat – dalam hal ini karyawan Krakatau Steel – tidak usah berbuat macam-macam, seperti berdemonstrasi, hingga sebuah keputusan final ditetapkan. Tenang saja, “Itu baru sebatas wacana, kok!”(Baso Amir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar