Kamis, 08 Januari 2009

Masih Muda? Korupsilah!

Teman saya, Santun Budiman, bersilaturahim ke rumah kami kemarin. Ia membawa kliping koran Kompas, edisi Selasa, 6 Januari 2009. Setelah berbasa-basi menanyakan kabar kegiatan tahun baru 2009, ia menggelar kliping koran tersebut di atas meja plastik biru di teras rumah kami.

"Lihat ini. Baca yang sudah saya warnai kuning," kata Santun. Sangat jelas nada gusar pada suaranya.

Saya pun mengambil kliping tersebut tetapi hanya melirik judulnya: ”Dihukum 8 Tahun, Al Amien Banding.”

”Baguskan? Masih dapat delapan tahun," kataku. "Daripada bebas seperti Muchdi PR?"

"Poin saya bukan vonisnya, bukan jumlah hukumannya. Coba baca yang saya tandai kuning itu," nada suara Santun mulai memerintah.

Saya menuruti perintahnya. Saya membaca dengan bersuara kalimat bertanda kuning itu. “Adapun hal yang meringankan adalah ia belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga, serta masih muda dan masih mungkin memperbaiki diri.”

Saya meletakkan kembali kliping tersebut. Saya lihat alis Santun terangkat. Kulit dahinya berkerut. Sebuah isyarat bahwa dia menanti komentar saya atas kalimat yang telah saya baca dengan bersuara tadi.

“Memang benar kan, Al Amien belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga (walau kini minta cerai), masih muda dan masih mungkin memperbaiki diri?” kataku mengulang kalimat dari kliping koran tersebut.

“Coba simak baik-baik kalimat itu,” kata Santun. Nadanya semakin tidak sabar.
“Masih muda sebagai alasan meringankan hukuman seorang koruptor adalah omong kosong,” Santun menggelegak. “Ini seolah-olah mengatakan, hei kalian, korupsilah, mumpung masih muda. Hukumanmu bisa lebih ringan. Apalagi dikatakan masih bisa meperbaiki diri. Ini sangat spekulatif. Bagaimana para hakim itu bisa tahu bahwa Al Amien akan memperbaiki diri dengan hanya dihukum delapan tahun penjara.”

“Lihat kalimat sebelumnya,” kata Santun lagi sembari mengibar-ngibarkan kliping tersebut. “Majelis hakim juga mempertimbangkan hal-hal memberatkan, yaitu perbuatan Al Amien menurunkan citra dan kredibilitas DPR, mengkhianati amanat rakyat dan pemerintah yang sedang gencar melaksanakan pemberantasan korupsi, dan tidak berterus terang serta berbelit-belit selama persidangan.”

Rupanya Santun mengikuti persidangan Al Amien selama ini. ”Dia tidak hanya berbelit-belit,” katanya, “Tetapi juga tidak pernah mengakui bahwa apa yang telah dilakukannya salah. Dia tidak pernah menyesali perbuatannya. Bagaimana orang seperti itu bisa memperbaiki diri.” Tampaknya Santun benar-benar marah.

”Mau bukti lain?” Santun tidak memberi peluang kepada saya. ”Dia langsung menyatakan naik banding. Itu berarti vonis yang 12 tahun lebih rendah dari tuntutan jaksa masih dianggap tidak pantas dijatuhkan kepadanya. Mengapa? Karena dia merasa dirinya tidak korupsi kan?”

Saya manggut-manggut untuk meredakan kegusaran Santun. ”Kamu mungkin benar, tetapi paling tidak Al Amien tidak punya lagi kesempatan mengulangi perbuatannya. Dia kan bukan lagi anggota DPR, paling tidak hingga delapan tahun mendatang.”

”Iya, itu kalau dia tidak dibebaskan di pengadilan yang lebih tinggi!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar