Pemerintah Indonesia, kata Jeffrey Winters, ahli ekonomi politik dan pengamat Indonesia, terjebak pada mentalitas 7%. Padahal, mengutip data Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% tidak dapat mengangkat (take-off) suatu negara ke tingkat yang lebih sejahtera. Pada periode 1966-1995, ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata 7%, akan tetapi tingkat pendapatan per kapita hanya naik dari US$200 menjadi US$900 per kapita pada 2005. Sementara pada periode yang sama tetapi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 7%, pendapatan per kapita Cina naik dari US$105 menjadi US$1.400.
Apa yang dikemukakan oleh Jeffrey boleh jadi benar. Artinya, jika target pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) selalu di bawah 10%, maka tidak mungkin mencapai 12%, paling tinggi ya sesuai target tersebut. Presiden SBY menargetkan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% pada periode 2004-2009. Realisasinya, hingga 2008, ekonomi kita memang belum pernah tumbuh di atas 7%. Yang tercapai selalu di bawahnya.
Jadi, seharusnya Pemerintah harus berani mematok target yang cukup besar kendati kelihatan tidak realistis. Sebab jika beranggapan bahwa yang realistis 5% seperti dikemukakan oleh Dwi Budi Santosa,pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, maka benar-benar itulah yang realistis. Untuk 2009 pemerintah hanya menargetkan pertumbuhan ekonomi 4,5%, sementara 2010 antara 5-6%. Padahal, kata Bung Karno, gantungkanlah cita-citamu setinggi langit, jika toh jatuh maka kamu paling mendarat di bintang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar