Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Ito Warsito mendorong perusahaan tambang asing untuk melepas sahamnya di pasar modal. Selain untuk memperoleh dana, pelepasan itu juga untuk mendorong terjadinya transparansi dalam bisnis pertambangan di Indonesia.
Ia mengemukakan, banyak perusahaan pertambangan asing yang menuai kritik lantaran tidak transparan. “Seperti halnya
Harapan di atas seharusnya mudah direalisasikan. Sekarang ini pemerintah mengharuskan perusahaan pertambangan, setelah beberapa tahun beroperasi, menjual sebagian sahamnya. Akan tetapi aturan itu menyebutkan penjualan saham tersebut kepada Pemerintah Pusat. Jika menolak, maka saham dapat ditawarkan kepada pemerintah daerah atau pemerintah daerah bekerjasama dengan swasta.
Fakta selama ini, proses penjualan saham perusahaan tambang asing berlarut-larut. Kasus terbaru adalah PT Newmont Nusa Tenggara. Seharusnya, menurut Pasal 24 ayat 3 Kontrak Karya, pada 2010 minimal 51% saham perusahaan tersebut telah dilepas. Karena sejak awal 20% sahamnya dikuasai mitra domestik, maka berarti masih ada 31% saham yang harus dilepas. Hingga kini belum jelas siapa yang akan membeli saham tersebut. Pemerintah Pusat menolak, sementara pemerintah daerah bersemangat membeli tetapi tampaknya tidak memiliki dana sehingga harus bermitra dengan swasta. Belakangan disebutkan beberapa BUMN, antara lain Aneka Tambang, akan membeli saham tersebut. Kapan? Ini yang tidak pernah jelas.
Jika ditawarkan melalui bursa maka prosesnya akan lebih cepat dan seperti kata Ito, lebih transparan, termasuk pembentukan harga sahamnya. Bagaimana jika investor asing ikut beli, sementara peraturannya mengatakan harus dijual kepada pihak Indonesia? Aturan ini harus ditinjau kembali. Bukankah dulu saham Freeport yang dikuasai beberapa pengusaha nasional akhirnya kembali ke Freeport setelah perusahaan yang menguasai saham itu dibeli lagi oleh Freeport!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar