Jumat, 07 Desember 2012

Mengapa Harus Menanti Hingga 2025 Ibu Karen?

Direktur Utama PT Pertamina, Karen Agustiawan ingin BUMN yang dipimpinnya masuk daftar perusahaan terbesar dunia,  Fortune Global 500. Keinginan masuk daftar yang dibuat Majalah Fortune, AS, itu disampaikan pada acara peresmian sejumlah proyek baru Pertamina, Kamis (6/12). Targetnya, Pertamina masuk 100 besar pada 2025.

Fortune Global 500 adalah daftar tahunan 500 perusahaan terbesar dunia. Peringkat disusun berdasarkan jumlah penjualan/pendapatan. Pada edisi 2012 – yang dibuat berdasarkan laporan keuangan tahun buku 2011 – 500 perusahaan di daftar itu berasal dari 37 negara. Indonesia belum punya wakil di daftar tersebut, sementara tetangga kita, Malaysia diwakili oleh Petronas.

Karen, di acara yang dihadiri Menteri BUMN Dahlan Iskan dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu juga mengemukakan, pada 2025 Pertamina sudah mencapai tahapan transformasi menjadi "perusahaan energi terbarukan kelas dunia." Pertamina akan memompa 2,2 juta barel setara minyak bumi per hari dengan total pendapatan US$200 miliar (sekitar Rp 1.192 triliun pada nilai tukar Rp9.600 per dolar AS) dan target EBITDA (laba sebelum dikurangi beban bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi) US$40 miliar atau sekitar Rp384 triliun.

Untuk mencapai target pendapatan dan laba di atas, boleh jadi Pertamina memang butuh 13 tahun dari sejak Karen mengemukakan target di atas. Tetapi masuk daftar perusahaan terbesar dunia versi Fortune, menurut saya, tak perlu menanti hingga tahun 2025. Mengapa?

Menurut Fortune Global 500 edisi 2012, posisi nomor 100 ditempati oleh China State Construction Engineering. Penjualannya sebesar US$76,024 miliar atau sekitar Rp 730 triliun. Untuk daftar edisi 2011, peringkat 100 ditempati oleh Royal Bank of Scotland dengan penjualan US$68,088 miliar. Artinya, untuk masuk kelompok 100 besar Fortune Global 500, Pertamina paling tidak harus membukukan  pendapatan sekitar Rp 750 triliun.

Untuk tahun buku 2011, Pertamina telah meraih  pendapatan Rp 589,766 triliun, tumbuh 36,5% dari Rp432,049 triliun pada 2010. Artinya, jika Karen dan seluruh jajaran Pertamina dapat mempertahankan tingkat pertumbuhan  35% itu, maka tahun 2012 ini pendapatannya akan mencapai Rp 805 triliun. Angka tersebut sudah cukup untuk menempatkan Pertamina dalam kelompok 100 besar Global Fortune 500. Pertamina bahkan dapat masuk ke daftar tersebut walau pendapatannya hanya tumbuh 25%.

Masalahnya, walau pendapatannya mencapai Rp 1.000 triliun, Pertamina belum memenuhi persyaratan masuk daftar bergengsi itu. Pertamina belum menjadi perusahaan publik yang sahamnya dicatatkan dan diperdagangkan di bursa saham. Padahal, itulah saringan pertama untuk menjadi kandidat Global Fortune 500. Saya tidak tahu apakah roadmap 2025 Pertamina sudah mencakup agenda tersebut: menjadi perusahaan publik tercatat?

Akan tetapi, menurut saya, jadi anggota Global Fortune 500 bukan suatu yang penting bagi Pertamina. Hal yang paling urgen adalah Pertamina, juga BUMN yang lain, menjadi korporasi yang  efisien sehingga dapat memberikan nilai tambah optimun kepada pemegang sahamnya, dalam hal ini Rakyat Indonesia melalui Pemerintah.

Untuk soal efisiensi ini, Pertamina jelas masih tertinggal dari Petronas, BUMN permigasan Malaysia yang pada edisi 2012 Global Fortune 500 menempati peringkat 68, meningkat dari tahun sebelumnya peringkat 86. Untuk tahun buku 2011, dengan penjualan US$97,355 miliar, Petronas membukukan laba setelah pajak US$21,915 miliar. Artinya, marjin laba bersih Petronas mencapai 22,5%.

Pertamina? Menurut laporan keuangan 2011, Pertamina membukukan laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk alias laba bersih Rp20,472 triliun. Dengan penjualan Rp 589,766 triliun, maka marjin laba bersih Pertamina hanya 3,6%. Artinya, jika dibandingkan dengan Petronas,  Pertamina secara operasional sangat boros. Mengatasi keborosan ini tentu jauh lebih penting ketimbang sekadar masuk daftar Global Fortune 500.

5 komentar:

  1. Saat ini (11/07/2013), Pertamina sudah mencatatkan dalam sejarah Indonesia, masuk peringkat 122 Global Fortune 500. Tidak perlu menunggu sampai 2025 bukan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Kardoman, Pertamina sudah masuk Global Fortune 500. Ternyata tak perlu jadi perusahaan publik untuk masuk daftar tersebut, yang penting laporan keuangan auditnya diumumkan kepada publik.

      Hapus
  2. Ramalan anda tepat sekali

    BalasHapus
  3. Jangan2 cuma sebuah strategi pencitraan dengan cara melobi majalah amerika tsb, gampang aja tho nitipin nama perusahaan kita sm redaktur majalah tsb buat dicatet sbg salah satu dari 500 perusahaan paling kaya. Soalnya agak ganjil dikit, pertamina diumumin masuk dalam fortune 500 gak lama setelah karen bermimpi perusahaan yang dipimpinnya masuk ke situ.

    BalasHapus