Fortune
Global 500 adalah daftar tahunan 500 perusahaan terbesar dunia. Peringkat
disusun berdasarkan jumlah penjualan/pendapatan. Pada edisi 2012 – yang dibuat
berdasarkan laporan keuangan tahun buku 2011 – 500 perusahaan di daftar itu berasal
dari 37 negara. Indonesia belum punya wakil di daftar tersebut, sementara tetangga
kita, Malaysia diwakili oleh Petronas.
Karen, di acara yang dihadiri Menteri BUMN Dahlan Iskan dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu juga mengemukakan, pada
2025 Pertamina sudah mencapai tahapan transformasi menjadi "perusahaan
energi terbarukan kelas dunia." Pertamina akan
memompa 2,2 juta barel setara minyak bumi per hari dengan total pendapatan
US$200 miliar (sekitar Rp 1.192 triliun pada nilai tukar Rp9.600 per dolar AS) dan
target EBITDA (laba sebelum dikurangi beban bunga, pajak, depresiasi dan
amortisasi) US$40 miliar atau sekitar Rp384 triliun.
Untuk mencapai target pendapatan dan
laba di atas, boleh jadi Pertamina memang butuh 13 tahun dari sejak
Karen mengemukakan target di atas. Tetapi masuk daftar perusahaan terbesar
dunia versi Fortune, menurut saya, tak perlu menanti hingga tahun 2025. Mengapa?
Menurut Fortune Global 500 edisi 2012, posisi nomor 100 ditempati
oleh China State Construction Engineering. Penjualannya sebesar US$76,024
miliar atau sekitar Rp 730 triliun. Untuk daftar edisi 2011, peringkat 100
ditempati oleh Royal Bank of Scotland dengan penjualan US$68,088 miliar.
Artinya, untuk masuk kelompok 100 besar Fortune Global 500, Pertamina paling
tidak harus membukukan pendapatan sekitar Rp 750 triliun.
Untuk tahun buku 2011, Pertamina telah meraih pendapatan Rp 589,766 triliun, tumbuh 36,5% dari Rp432,049 triliun
pada 2010. Artinya, jika Karen dan seluruh jajaran Pertamina dapat
mempertahankan tingkat pertumbuhan 35% itu, maka tahun 2012 ini
pendapatannya akan mencapai Rp 805 triliun. Angka tersebut sudah cukup untuk
menempatkan Pertamina dalam kelompok 100 besar Global Fortune 500. Pertamina
bahkan dapat masuk ke daftar tersebut walau pendapatannya hanya tumbuh 25%.
Masalahnya, walau pendapatannya mencapai
Rp 1.000 triliun, Pertamina belum memenuhi persyaratan masuk daftar bergengsi
itu. Pertamina belum menjadi perusahaan publik yang sahamnya dicatatkan dan
diperdagangkan di bursa saham. Padahal, itulah saringan pertama untuk menjadi
kandidat Global Fortune 500. Saya tidak tahu apakah roadmap 2025 Pertamina
sudah mencakup agenda tersebut: menjadi perusahaan publik tercatat?
Akan tetapi, menurut saya, jadi anggota
Global Fortune 500 bukan suatu yang penting bagi Pertamina. Hal yang paling urgen adalah
Pertamina, juga BUMN yang lain, menjadi korporasi yang efisien sehingga
dapat memberikan nilai tambah optimun kepada pemegang sahamnya, dalam hal ini
Rakyat Indonesia melalui Pemerintah.
Untuk soal efisiensi ini, Pertamina
jelas masih tertinggal dari Petronas, BUMN permigasan Malaysia yang pada edisi
2012 Global Fortune 500 menempati peringkat 68, meningkat dari tahun sebelumnya
peringkat 86. Untuk tahun buku 2011, dengan penjualan US$97,355 miliar, Petronas membukukan laba
setelah pajak US$21,915 miliar. Artinya, marjin laba bersih Petronas mencapai
22,5%.
Pertamina? Menurut laporan keuangan
2011, Pertamina membukukan laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas
induk alias laba bersih Rp20,472 triliun. Dengan penjualan Rp 589,766 triliun,
maka marjin laba bersih Pertamina hanya 3,6%. Artinya, jika dibandingkan dengan
Petronas, Pertamina secara operasional sangat boros. Mengatasi keborosan
ini tentu jauh lebih penting ketimbang sekadar masuk daftar Global Fortune 500.
Saat ini (11/07/2013), Pertamina sudah mencatatkan dalam sejarah Indonesia, masuk peringkat 122 Global Fortune 500. Tidak perlu menunggu sampai 2025 bukan?
BalasHapusBetul Kardoman, Pertamina sudah masuk Global Fortune 500. Ternyata tak perlu jadi perusahaan publik untuk masuk daftar tersebut, yang penting laporan keuangan auditnya diumumkan kepada publik.
HapusRamalan anda tepat sekali
BalasHapusJangan2 cuma sebuah strategi pencitraan dengan cara melobi majalah amerika tsb, gampang aja tho nitipin nama perusahaan kita sm redaktur majalah tsb buat dicatet sbg salah satu dari 500 perusahaan paling kaya. Soalnya agak ganjil dikit, pertamina diumumin masuk dalam fortune 500 gak lama setelah karen bermimpi perusahaan yang dipimpinnya masuk ke situ.
BalasHapusIya, ramalannya tepat.
BalasHapus