Kamis, 21 Oktober 2004

Mengapa Perkara Bank Selalu Alot?

Drajat Hari Wibowo, mantan Komisaris Utama Bank BNI diperiksa sebagai tersangka pencemaran nama baik oleh polisi. Pelapornya adalah Adrian Waworuntu, salah seorang tersangka pembobolan Bank BNI Cabang Kebayoran Baru senilai Rp 1,7 triliun.

Sumber pencemaran, menurut Adrian, komentar Drajat di Koran Tempo. Komentar itu sendiri berkaitan dengan kasus pembobolan di Bank BNI Cabang Magelang, Jawa Tengah. “Pelakunya sama dengan pembobol BNI Kebayoran Baru,” begitu kata Drajat yang dikutip Koran Tempo (edisi 14 Januari 2004, halaman 5). Pada tanggal 3 Februari 2004, Adrian sebagai tersangka kasus pembobolan BNI Kebayoran Baru mengadu ke polisi dengan alasan nama baiknya tercemar karena pernyataan tersebut.

Boleh jadi Drajat memang telah mencemarkan nama baik Adrian. Untuk itu kita serahkan saja polisi mengusut perkara ini sesuai hukum dan aturan main yang berlaku.

Akan tetapi perlu pula kita ingatkan polisi bahwa Adrian Waworuntu adalah tersangka pembobolan Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun. Berkas perkaranya telah bolak-balik dari polisi ke kejaksaan. Kejaksaan menilai berkas perkara tersebut belum memiliki bukti-bukti yang cukup untuk diteruskan ke pengadilan. Akibatnya dikembalikan lagi ke Polisi, untuk dilengkapi.

Kita tidak tahu bagaimana perkembangan selanjutnya. Yang pasti, Adrian – karena masa penahanannya sudah berakhir – kini sudah bebas berkeliaran. Polisi, walau mengaku sudah menemukan bukti baru, belum mengirimkan kembali berkas perkaranya ke kejaksaan.

Padahal, seperti kita baca di berbagai media, pelaku lain dalam kasus itu, masing-masing Kushadi Yuwono, mantan Kepala Cabang BNI Kemayoran dan Edy Santoso, mantan Kepala Customer Services BNI Cabang Kemayoran telah diadili. Perkaranya malah sudah masuk tahap penuntutan. Edy dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) hukuman seumur hidup dan membayar denda Rp 1 miliar serta ganti-rugi US$ 238 ribu. Adapun Kushadi dituntut penjara 17 tahun serta denda Rp 300 juta.

Sebagai orang awam di bidang hukum, tentu kita bertanya, mengapa Kushadi dan Edy sudah dituntut, sementara Adrian Waworunto yang juga dinyatakan sebagai tersangka masih bebas berkeliaran? Bukankah uang yang dibobol sama? Juga berasal dari bank yang sama: BNI? Apakah tidak bisa bukti yang digunakan untuk menjerat Kushadi dan Edy digunakan pula untuk Adrian? Lalu, bagaimana dengan pelaku lain, Pauline Lumowa, yang hingga kini belum ditangkap oleh polisi?

Kita juga tidak tahu apa saja yang telah dilakukan polisi untuk menangkapnya. Konon, polisi kesulitan mencium jejaknya. Seolah hendak meledek polisi, beberapa waktu yang lalu, Pauline memberikan wawancara dengan sejumlah media di Jakarta. Mengapa polisi tidak dapat menyentuhnya, sementara wartawan bisa menemuinya? Apakah ini karena faktor teknis atau non-teknis? Mudah-mudahan semua ini tidak berakhir seperti kasus perbankan lainnya yang terkesan sangat alot: pelakunya tidak tertangkap, jika tertangkap susah diadili, atau jika pelakunya diadili sudah tidak bisa dihukum karena sudah berada entah di mana, membawa hasil jarahannya.

Kita perlu mewanti-wanti hal di atas. Jika polisi gagal menuntaskan kasus-kasus pembobolan bank dengan membawa pelakunya ke pengadilan, dikhawatirkan akan mendorong orang lain melakukan hal yang sama. Jangan lupa, para pembobol itu biasanya dari kalangan yang jago menghitung resiko dan imbalan. Jangan sampai imbalan membobol bank lebih besar ketimbang resikonya, hanya gara-gara polisi tidak mampu menangani perkara seperti ini dengan tuntas.**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar