Peristiwa datang silih berganti. Ada yang lewat begitu saja, tetapi ada pula yang mengusik pikiran. Artikel-artikel di sini adalah sikap saya terhadap berbagai peristiwa dan kejadian tersebut
Rabu, 20 September 2006
Dilema Adhi Karya
Manajemen PT Adhi Karya Tbk ingin mencetak lebih banyak keuntungan. Untuk itu diperlukan ekspansi usaha. Ini memerlukan tambahan modal kerja sekitar Rp 1,6 triliun.
Untuk memenuhi kebutuhan dana itu, manajemen BUMN konstruksi yang sudah masuk bursa itu akan menempuh dua cara. Petama, menerbitkan saham baru (right issue) untuk menarik dana Rp 600 miliar. Selebihnya, Rp 1 triliun, akan diusahakan dari utang, bisa dari pinjaman bank maupun obligasi.
Upaya manajemen Adhi Karya tampaknya tidak akan berjalan mulus. Usulan itu ditolak oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Negara BUMN. Pemerintah tidak ingin kepemilikannya di Adhi Karya berkurang (terdilusi) dan tidak ingin pula menyetor tambahan modal (membeli saham baru).
Minggu lalu, kepada sejumlah media Sekretaris Kementerian Negara BUMN, Said Didu mengemukakan, Adhi Karya boleh menerbitkan saham baru (right issue) jika persentase kepemilikan Pemerintah di Adhi Karya tetap atau tidak terdilusi. Dia malah menganjurkan agar Adhi Karya mengakuisisi BUMN karya yang lain. Katanya, akuisisi ini akan menaikkan porsi kememilikan Pemerintah di Adhi Karya.
Kita tidak tahu apakah Sekretaris Menneg BUMN mengerti seluk-beluk pengelolaan perusahaan atau tidak. Yang pasti, jika Adhi Karya mengakusisi perusahaan lain, maka hal tersebut tidak akan menaikkan persentase kepemilikan pemerintah – dalam hal ini Kementerian BUMN -- di Adhi Karya. Lain halnya jika dilakukan merger (penggabungan usaha) antara Adhi Karya dengan BUMN karya yang lain.
Sekarang ini, 51% saham Adhi Karya dimiliki oleh Pemerintah. Jika Adhi Karya hendak mencari tambahan modal sebesar Rp 600 miliar, berarti harus menerbitkan sekitar 1 miliar saham baru (itu dengan asumsi saham baru tersebut dijual Rp 600 per saham). Untuk mempertahankan kepemilikannya, Pemerintah harus menyetor Rp 306 miliar. Tampaknya, bagi pemerintah, jumlah di atas sangat besar. Untuk tahun buku 2005, Kementerian Negara BUMN hanya menerima deviden Rp 11,942 miliar dari Adhi Karya.
Akan tetapi menempatkan Adhi Karya dalam posisi dilematis ketika hendak bertumbuh juga bukan merupakan langkah yang tepat. Artinya, sudah saatnya Pemerintah merelakan kepemilikannya berkurang di Adhi Karya jika memang tidak sanggup lagi menyetor tambahan modal. Pemilikan pemerintah akan menyusut menjadi sekitar 20% jika dilakukan right issue dan pemerintah memutuskan tidak menggunakan haknya. Akan tetapi aset Adhi Karya bakal meningkat menjadi sekitar Rp 3,5 triliun dengan modal setor sekitar Rp 1 triliun. Kan lebih bagus memiliki 20% dari Rp 1 triliun ketimbang 51% dari Rp 370,85 miliar. (Baso Amir)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar