Kamis, 07 Desember 2006

Layakkah Mobile-8 Dibeli Rp 225/Saham?

Pertanyaan di atas layak diajukan kepada PT Mobile-8 Telecom Tbk. Anak perusahaan PT Bimantara Citra Tbk ini sedang menawarkan 3,9 miliar saham kepada masyarakat. Penawaran perdana saham dengan nilai nominal Rp 100/saham itu ditutup pukul 15.00 WIB, Jumat (24/11).

Jika penawaran ini berjalan lancar maka Mobile-8 akan memperoleh tambahan modal Rp 877,5 miliar. Selain untuk modal kerja, sebagian besar (57%) dana tersebut akan digunakan untuk ekspansi jaringan dan infrastruktur telekomunikasi seluler Mobile-8 di Jawa, Bali, Lombok, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

Sejak beroperasi dengan nama layanan seluler Fren, Mobile-8 masih merugi. Pada 2003 dengan pendapatan Rp 46,343 miliar, Mobile-8 rugi Rp 171,556 miliar. Pada 2004 dan 2005 kerugian perusahaan tersebut masing-masing Rp 422,975 dan Rp 286,700 miliar.Hingga Juni 2006, dari pendapatan Rp 312,967 miliar, kerugian Mobile-8 masih mencapai Rp 26,501 miliar.

Secara nominal kerugian Mobile-8 cenderung mengecil. Marjin kerugiannya – rugi bersih dibagi pendapatan -- juga makin bagus. Jika pada 2004 mencapai – 338,62%, maka per Juni 2006 tinggal – 8,47%. Hanya saja, harus diperhatikan, rapor Mobile-8 secara operasional juga masih “merah.”

Kondisi Mobile-8 ketika masuk bursa kurang lebih sama dengan Bakrie Telecom dan Excelcomindo Pratama. Kedua penyedia layanan telekomunikasi itu juga masih merugi. Setelah masuk bursa dan memperoleh tambahan modal, baru kinerjanya mulai membaik.

Excelcomindo yang sahamnya mulai diperdagangkan di BEJ pada 29 September 2006 masih merugi Rp 224,09 miliar pada tahun buku 2005. Akan tetapi sepanjang 2006, perusahaan yang sebagian besar sahamnya dikuasai Khazanah Nasional Berhad, Malaysia itu, sudah meraih keuntungan. Per September 2006, dari pendapatan sebesar Rp 3,334 triliun, Excelcomindo meraih laba bersih Rp 500,915 miliar.

Hal serupa terjadi pada Bakrie Telecom. Pada 2005, anak perusahaan Grup Bakrie ini merugi Rp 144,324 miliar. Akan tetapi per September 2006, perusahaan dengan kode BTEL ini telah meraup laba bersih Rp 51,879 miliar dari pendapatan sebesar Rp 588,182 miliar.

Perbedaan BTEL dengan Mobile-8 adalah harga saham perdananya. Seperti disebutkan di atas, Mobile-8 ditawarkan Rp 225 per saham, sementara BTEL hanya Rp 110 per saham. Jumat (24/11) harga BTEL di BEJ ditutup pada Rp 195 per saham.

Masalahnya, layakkah Mobile-8 dibeli Rp 225/saham?

Tentu saja, Mobile-8 tidak dapat diperbandingkan aple to aple dengan BTEL, apalagi dengan Excelcom. Hanya saja, selain menawarkan saham perdana kepada masyarakat dengan harga Rp 225 per unit, Mobile-8 juga menerbitkan waran atas fasilitas kredit sebesar US$ 70 juta dari Lehman Commercial Paper Inc. Pinjaman sebesar itu dapat ditukar dengan 3.149.827160 saham Mobile-8. Mengacu pada nilai tukar Rp 9.112 per US$, berarti saham tersebut – jika Lehman menggunakan haknya – hanya dihargai Rp 202,5 per saham. Mengapa lebih murah? Apa bukan itu nilai Mobile-8 yang sebenarnya? (Baso Amir)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar