Jumat, 31 Agustus 2007

Anomali BEJ: PT ATPK Resources Tbk

Semula perusahaan ini bernama PT Anugrah Tambak Perkasindo (ATPK) Tbk dengan bisnis utama pembenihan udang. Saham perusahaan yang markasnya dipindahkan dari di Jln, Bangka, Medan ke Jakarta pada Juni 2007 itu dicatatkan di BEJ pada 4 April 2002 dengan harga penawaran perdana Rp300 per saham.

Sejak diperdagangkan di BEJ harga ATPK terus merosot hingga ditutup Rp51 per unit pada 28 Desember 2002. Pada ulang tahun pertama pecatatan saham ATPK di BEJ, 4 April 2003, harganya tinggal Rp42, sudah merosot 86% dari harga perdana. Akan tetapi pada 28 Desember 2006 ATPK ditutup naik menjadi Rp51 per saham.

Tampaknya, penurunan harga saham ini sejalan dengan kinerja fundamental ATPK. Pada 2002, dengan penjualan Rp33,32 miliar, ATPK membukukan laba bersih Rp1,68 miliar atau Rp4 per saham. Itulah tahun terakhir ATPK membukukan laba. Tahun-tahun berikutnya, 2003-2006, ATPK merugi hingga mencapai Rp30,22 miliar pada 2006. Tahun itu penjualan ATPK hanya Rp1,53 miliar. Wajar jika harga saham ATPK juga merosot.

Akan tetapi sejak Februari 2007 saham ATPK menggeliat. Harganya naik drastis dan ditutup pada Rp228 per unit 19 Februari 2007. Itu berarti meningkat 374% dalam tempo sekitar 45 hari. Puncaknya terjadi 15 Juni 2007, harga ATPK mencapai Rp1.575 per saham, naik 2.988,23% dari harga 2 Januari 2007 sebesar Rp51 per saham.

Kenaikan harga 2.988,23% itu tentu saja fenomenal. Pada periode yang sama Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) BEJ hanya naik 15,4%. Selain itu, kinerja fundamental ATPK, seperti terlihat pada laporan keuangan per Juni 2007, belum juga pulih. Dengan penjualan hanya Rp315,87 juta, ATPK membukukan rugi usaha Rp16,01 miliar. Bahkan pendapatan tersebut belum dapat menutup beban pokok penjualan sebesar Rp2,29 miliar. ATPK masih menderita rugi kotor Rp1,972 miliar. Pendapatan lain-lain ATPK bahkan lebih besar dari pendapatan operasional, yaitu Rp450 juta. Ini yang menyebabkan rugi bersih lebih kecil dari rugi usaha, yaitu Rp14,394 miliar (minus Rp35 per saham).

Lalu apa “di balik” kenaikan harga saham ATPK yang “gila-gilaan” sepanjang 2007 ini sehingga perdagangan sahamnya sempat disuspen oleh BEJ? Tampaknya ini berkaitan dengan restrukturisasi dan perubahan binis inti ATPK. Diawali dengan prubahan nama menjadi PT ATPK Resources, perusahaan ini mendirikan dan mengakuisisi 10 perusahaan pada 2006. Tiga dari 10 anak perusahaan tersebut dimiliki secara langsung oleh ATPK, sementara tujuh lainnya melalui anak perusahaanya, PT Modal Investasi Mineral.

Ke-10 anak perusahaan tersebut bergerak di bidang pembangkitan tenaga listrik, minyak dan gas bumi, pertambangan batubara, pertambangan nikel dan jasa eksplorasi. Enam dari 10 anak perusahaan tersebut bergerak di bidang pertambangan batubara. Areal penambangannya di Tarakan, Tuhup, Sangatta, dan Berau (Kalimantan Timur) serta Lampung.

Jadi, tampaknya, para investor berani membayar mahal saham ATPK karena mengantisipasi “peruntungan” anak-anak perusahaan di masa mendatang. Mereka tidak peduli ATPK masih merugi, paling tidak hingga Juni 2007. Di sini berlaku hukum “ada permintaan ada harga.” Tetapi benarkah ATPK layak dihargai Rp1.575 per saham? Itu memang harga tertinggi. Pada perdagangan Rabu (29/8), ATPK ditutup pada harga Rp900 per saham, tetapi itu masih 1.664,7% di atas harga awal tahun ini. Bagi kebanyakan orang, kenaikan harga setinggi itu mencengangkan. Tetapi itulah BEJ, penuh dengan anomali. ATPK hanya salah satu diantaranya.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar