Setelah sekian lama tidak menjadi berita utama di halaman bisnis media massa, Prajogo Pangestu, Komisaris Utama sekaligus pendiri PT Barito Pacific Timber Tbk tampaknya sedang mempersiapkan diri untuk kembali masuk radar media. Pada Jumat (16/11), para pemegang saham Barito Pacific Timber menyetujui rencana penerbitan 4,362 miliar saham baru kepada para pemegang saham lama perusahaan (right issue) tersebut. Saham tersebut akan ditawarkan Rp2.100 per unit. Itu berarti Barito akan mendapatkan tambahan modal Rp9,16 triliun.
Jika langkah di atas berjalan mulus maka aset Barito akan meningkat menjadi Rp10,836 triliun. Total aset Barito per September 2007 adalah Rp1,676 triliun. Jumlah saham setor Barito akan naik menjadi 7.131.425.752 miliar. Dengan harga saham, menurut StockWatch, Rp4.250 per unit pada sesi kedua perdagangan Senin (18/11), maka nilai kapitalisasi pasar Barito akan melambung menjadi Rp28,525 triliun, dari Rp11,1 triliun sekarang ini.
Dengan kapitalisasi sebesar di atas, posisi Barito akan melambung dari peringkat ke-38 menjadi peringkat 19 di BEJ, menggeser posisi Indofood Sukes Makmur. Jadi, dalam sekali gebrak, Barito langsung naik peringkat. Dan, seperti dikemukakan oleh Prajogo, dalam waktu dekat Barito kembali akan menggelar aksi korporasi serupa. Untuk itu, modal dasar Barito akan dinaikkan dari Rp10 triliun menjadi Rp27,9 triliun. Para pemegang saham juga sudah menyetujuinya.
Masalahnya, apakah pemegang saham Barito mau merogoh kocek lebih dalam lagi? Bisnis kayu lapis yang dulu membuat Barito berjaya (antara lain sebagai pemegang HPH -- Hak Pengusahaan Hutan -- terluas di dunia) kini mulai memudar. Beberapa pabrik kayu lapis Barito kesulitan bahan baku sehingga terpaksa berhenti berproduksi. Kinerjanya juga anjlok. Penjulan Barito merosot dari Rp1,278 triliun pada 2004 menjadi Rp451 miliar pada 2006. Secara operasional perusahaan ini merugi pada 2005 dan 2006. Pada 2004, Barito merugi Rp154,87 miliar, lalu mencetak keuntungan Rp686,84 miliar pada 2005. Akan tetapi itu dari penjualan aset bukan dari hasil operasi. Pada 2006 laba Barito hanya Rp7,19 miliar.
Kinerja Barito “agak” membaik pada 2007. Dari penjualan sebesar Rp289,017 miliar per September 2007, Barito membukukan laba bersih Rp38,048 miliar. Harga sahamnya jua naik pesat (620%), dari Rp590 (2 Januari) menjadi Rp4.250 per unit pada Senin (18/11) sore, bahkan sempat mencapai harga tertinggi Rp4.775 per saham.
Seperti dikemukakan oleh Prajogo, Barito tidak akan menggunakan tambahan modal itu untuk pengembangan industri kayu, melainkan untuk mengakuisisi PT Chandra Asri, perusahaan petromikia, yang dulu pada era Soeharto didirikan oleh Prajogo bersama sejumlah pengusaha. Kita tidak tahu bagaimana kondisi Chandra Asri sekarang, tetapi beberapa tahun yang lalu sempat tertatih-tatih meminta proteksi dari pemerintah. Prajogo tampaknya berharap mengembalikan kejayaan Barito (dan dirinya?) melalui Chandra Asri? Dapatkah! (Baso Amir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar