Jumat, 02 November 2007

Sektor Media: MNCN Mencorong, Indosiar Terpuruk


Inilah bintang baru sektor media di BEJ: PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN). Dicatatkan dan mulai diperdagangkan di BEJ pada 24 April 2007, harga saham MNCN memang tidak meroket seperti halnya IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) BEJ yang berdasarkan harga penutupan sesi pertama Jumat (2/11) telah meningkat 46,46% dari IHSG per 2 Januari 2007.

Pada periode 24 April 2007 hingga penutupan pada sesi pertama perdagangan Jumat (2/11), gain MNCN hanya 6,6%, yaitu dari harga perdana Rp900 menjadi Rp960 per saham. Harga tertinggi MNCN pada periode tersebut adalah Rp1.060 per saham pada 26 Juli 2007.

Dibandingkan emiten lain di sektor media, perolehan gain MNCN memang bukan yang terbaik. Pada periode yang sama, harga saham PT Tempo Inti Media Tbk (TMPO) – Majalah dan Koran Tempo -- naik 71,9%, dari Rp70 menjadi Rp120 per saham. Lalu, saham PT Indosiar Karya Media Tbk (IDKM) – induk PT Indosiar Visual Mandiri – tumbuh 27,3%, dari Rp385 menjadi Rp490 per saham. Saham PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) – induk SCTV – hanya tumbuh 4,12%, sementara saham PT Abdi Bangsa Tbk (ABBA) turun 6,5% pada periode tersebut.

Akan tetapi, dari segi kinerja keuangan hingga September 2007 MNCN menyalip semua emiten di sektor media. Per September 2007, perusahaan yang 70% sahamnya dikuasai oleh PT Global Mediacom Tbk (BMTR) itu membukukan pendapatan Rp2,209 triliun, naik 51,38% dari pendapatan pada periode yang sama 2006, yaitu Rp1,029 triliun.

Dibandingkan dengan emiten media lainnya, sumber pendapatan MNCN memang lebih beragam. Selain mengelola tiga stasiun TV (RCTI, TPI dan Global TV), perusahaan ini memiliki jaringan radio (Trijaya, Woman Radio dan Radio Dangdut), media cetak (Seputar Indonesia dan sejumlah koran edisi daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah dan DIY, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan) serta media online (Okezone.com).

Akan tetapi tulang punggung pendapatan MNCN masih media TV. Seperti dikemukakan oleh Direksi MNCN dalam laporan keuangan per September 2007 yang dikirimkan ke BEJ, Rp2,092 triliun dari Rp2,209 triliun pendapatan MNCN berasal dari televisi. Ini meningkat 51,6% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Penyumbang kedua adalah media cetak sebesar Rp104,51 miliar, naik 47% dari tahun lalu. Adapun radio menyumbangkan mendapatan Rp12,994 miliar, hanya 0,59% dari total pendapatan MNCN.

Dari pendapatan Rp2,092 triliun itu, MNCN membukukan laba bersih Rp326,35 miliar, naik 51,01% dari laba bersih per September 2006 sebesar Rp216,12 miliar. Akan tetapi laba bersih per saham MNCN turun 18,37%, dari Rp29,07 pada September 2006 menjadi Rp23,73 per saham. Penyebabnya, jumlah saham meningkat menjadi 13,75 miliar dari sebelumnya 7,436 miliar. Hal serupa terjadi pada rasio kembalian atas ekuitas (ROE atau return on equity), anjlok dari 20,99% menjadi 8,6%.

Dengan kinerja seperti di atas, masih adakah ruang peningkatan harga saham MNCN? Rasio harga saham terhadap laba bersih per saham (PER atau price to earning ratio) MNCN sekitar 30 kali. Ini jauh di atas PER Tempo (TMPO) sebesar 12,9 kali dan Surya Citra Media (SCMA) 11,9 kali.

Akan tetapi kinerja fundamental MNCN di atas TMPO dan SCMA. Per September 2007, pendapatan TMPO turun 5,78% menjadi Rp111,754 miliar dari sebelumnya Rp118,61 miliar. Kendati begitu, pada triwulan ke-3 tahun ini, TMPO sudah membukukan laba bersih Rp2,18 miliar. Periode sama tahun sebelumnya, perusahaan media tertua dari semua emiten media di BEJ itu masih merugi Rp7,254 miliar.

Hal serupa dialami oleh Indosiar Karya Media (IDKM) dan anak perusahaannya. Pendapatannya, per September 2007 hanya Rp444,113 miliar, turun 3,53% dari tahun sebelumnya Rp460,361 miliar. Secara operasional pemilik stasiun TV Indosiar ini masih merugi Rp52,943 miliar, turun sekitar 65% dari rugi operasi tahun sebelumnya sebesar Rp165,654 miliar. Akan tetapi rugi bersih IDKM per September 2007 hanya turun 1,21% menjadi Rp180,986 miliar dari sebelumnya Rp183,198 miliar.

Selain MNCN, hanya Surya Cipta Media (SCMA) yang pendapatan dan labanya masih meningkat per September 2007. Dari pendapatan Rp947,096 miliar – naik 3,39% dari tahun sebelumnya – SCMA membukukan laba bersih Rp120,105 miliar. Ini meningkat 155,67% jika dibandingkan laba bersih per September 2006 sebesar Rp46,977 miliar.

Secara operasional, SCMA cenderung makin efisien. Beban usahanya turun 9,68% di tengah pendapatan yang hanya meningkat 3,39%. Itu sebabnya, marjin laba operasi perusahaan beraset Rp2,531 triliun itu meningkat dari 17,21% menjadi 27,68%. Marjin laba bersih SCMA naik lebih pesat, dari 5,13% menjadi 12,68%. Akan tetapi harga sahamnya hanya naik 25%, masih lebih rendah dari pertumbuhan pasar seperti tergambar dari kenaikan IHSG BEJ sebesar 46,46% pada periode 2 Januari-2 Nopember 2007. Jadi, masih ada peluang untuk naik. (Baso Amir)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar